Perumpamaan orang miskin tidak boleh sakit memang semakin menjadi kenyataan, kembali satu korban seorang bayi berusia 3 bulan tewas mengenaskan karena tidak ditangani dengan segera oleh pihak rumah sakit padahal kondisinya sudah dalam keadaan kritis, pihak rumah sakit menolak kartu jamkesda ketika pihak orangtua bayi tersebut menginginkan bayinya di operasi segera. Kata pihak rumah sakit Jamkesda itu nilainya hanya 100 juta rupiah sedangkan biaya operasi sebesar 200 juta rupiah.
Bayi berusia tiga bulan yang bernama zara Naveen adalah putrid dari pasangan herman hidayat dan prati warga gang kober RT03 RW 02 Kramat Jaya Kelurahan Beji Kota Depok, Bayi malang tersebut menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 11.30 kemarin (19/3) setelah kondisi kesehatanya semakin memburuk akibat sakit jantung.
Kesedihan yang mendalam dari pasangan suami istri Herman dan prapti ini akibat kepergian putri tercintanya berawal ketika buah hatinyasering menangis menahan rasa sakit yang dideritanya, saat itu memang herman dan prapti belum mengetahui jenis penyakit yang mendera anak pertamanya itu.
Pasangan suami istri ini tadinya berpikir, buah hatinya hanya kecengklak atau salah urat sehinggga mereka membawanya ketukang urut untuk menyembuhkan anaknya, namun suami istri ini mulai panik ketika melihat tubuh putrinya membiru dan langsung membawanya kepuskesmas, namun setelah didiagnosa, pihak puskesmas menyatakan tidak sanggup memberikan perawatan dan merujuknya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok.
Herman dan Prapti langsung membawa putri semata wayangnya ini ke RSUD Kota Depok di jalan HM Muchtar Sawangan Kota Depok. Setelah diperikas oleh petugas medis di RSUD akhirnya dapat diketahui bahwa bayinya menderita penyakit jantung, tapi pihak RSUD juga tak sanggup mengobati anaknya, Bayi Zara Naveen akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Spesialis penyakit jantung di Jakarta Barat, namun sebelum menjalani operasi dirumah sakit tersebut, bayi Zara Naveen meninggal dunia.
Kenyataan pahit dan memilukan hati ini begitu dalam dirasakan oleh herman dan Prapti ketika mengetahui bayinya meninggal dunia padahal segala upaya untk meminta bantuan pada berbagai pihak sudah mereka lakukan termasuk mendatangi petugas di Kementerian Kesehatan, namun apalah daya keluarga miskin ini tetap tidak mendapat perhatian sama sekali. Prapti dan Herman yang tidak memiliki pekerjaan tetap alias buruh serabutan terlihat menangis dan hanya mampu bersikap pasrah melihat buah hati tercintanya sudah tiada.
Herman dan Prapti memang tidak sendirian, ribuan bahkan jutaan rakyat miskin pernah atau bahkan akan mengalami nasib yang sama ketika mereka akan berobat kerumah sakit namun mengalami masalah ketika dibenturkan oleh ketiadaan biaya untuk membayarnya begitu juga dengan pihak rumah sakit, slogan siap melayani hanyalah sekedar label ditulisan saja kalau faktanya faktor materi lebih diutamakan daripada faktor keselamatan jiwa. Fakta ini membuktikan bahwa orang miskin memang tidak boleh sakit.
Sungguh miris melihat kenyataan negeri yang kaya raya ini ternyata tidak mampu dikelola dengan baik oleh Pemerintah untuk dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi kemakmuran rakyatnya. Jargon politik lanjutkan bagi Indonesia yang lebih baik hanya jalan ditempat saja bandingkan dengan semboyan lanjutkan revolusi bagi kaum miskin yang dicanangkan oleh Presiden Venezeula Hugo Chaves yang terwujud dalam bukti nyata bagi kemakmuran rakyatnya.
Berita Lainnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar