Sudah bukan rahasia umum lagi bila anda ingin menang dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan, anda harus berbagi bersama dengan berbagai pihak, baik berbagi secara horizontal maupun secara vertikal. Mulai dari berbagi sekian persen dari nilai proyek kepada para pejabat kegiatan, Panitia lelang, maupun pada sesama rekanan perusahaan yang diajak berkongsi dalam persaingan usaha tidak sehat.
Pengadaan barang dan jasa memang sangat rawan terhadap perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), hingga wajar saja, karena rawan terhadap perbuatan KKN maka banyak pihak yang kini telah menjadi pesakitan karena melakukan perbuatan KKN yang merugikan keuangan negara. Umumnya yang jadi pesakitan adalah para pejabat dari semua kalangan, mulai dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota maupun para anggota legislatif dipusat dan di daerah.
Para pesakitan ini umumnya berasal dari partai politik yang memanfaatkan pengaruh jabatan politisnya dengan memanfaatkan penyalahgunaan wewenang dan jabatan untuk melakukan perbuatan KKN, diperkirakan ratusan milyar atau triliunan rupiah uang negara habis digerogoti oleh para koruptor dari partai politik ini.
Kalau bicara memanfaatkan wewenang dan jabatan ternyata tidak hanya pada kasus pengadaan barang dan jasa, pada sektor lain pun kondisinya hampir sama, misalkan kasus suap impor daging sapi di Kementerian Pertanian, berdasarkan informasi, para tersangka yang terlibat dalam kasus ini berawal dari komitmen fee sebesar 40 milyar rupiah yang dihitung dari jatah kuota daging impor yang mencapai ribuan ton dikalikan 5.000/kg.
Apakah hanya kasus suap ini saja yang terjadi, padahal sudah bukan rahasia umum lagi bahwa proses untuk mendapatkan jatah kuota impor ini tetap harus saling berbagi layaknya kegiatan pengadaan barang dan jasa, saat ini ada puluhan importir daging impor, apakah sebagian dari mereka tidak termasuk bagian dari pihak yang juga harus berbagi untuk bisa mendapatkan jatah kuota impor daging sapi di Kementerian pertanian. Kalau PT Indoguna Utama yang saat ini para direksinya telah jadi pesakitan karena tersangkut kasus suap impor daging, hal ini tejadi mungkin hanya kebetulan saja mereka lagi sial bin apes, padahal tidak menutup kemungkinan praktek berbagi ini terjadi juga pada perusahaan yang lain dengan modus yang sama.
Untuk urusan kuota daging impor ini, peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memang sangat dominan apalagi beberapa periode Menteri Pertanian selalu dipimpin oleh Menteri yang berasal dari PKS, Khusus daging impor, media tempo adalah media yang paling aktif sejak dulu mengungkap skandal di Kementerian Pertanian, malah dengan memakai istilah pemain daging Partai Keadilan Sejahtera atau Impor Renyah Daging Berjanggut dan istilah-istilah yang lain, dan istilah-istilah tersebut bisa dilihat DI SINI
Berapa besarkah nilai rupiah yang bisa didapat dari permainan daging ini, bila kita hitung secara kasar, katakan sepuluh saja dari puluhan perusahaan importir daging yang diduga melakukan praktek yang sama dalam kasus suap ini, dengan komitmen fee yang sama yaitu 5.000/kg, maka akan diperoleh angka ratusan milyar rupiah yang akan didapat dari permainan kotor ini, dan ratusan milyar rupiah ini bila dikalikan dengan masa pertama kali kementerian pertanian ini dijabat oleh Kader PKS maka angka yang didapat sungguh fantastis hingga mencapai triliunan rupiah.
Fakta ini semakin menguatkan ketika KPK memberi bonus tambahan pasal pencucian uang pada Ahmad Fathanah sang Operator lapangan atau teman dekat dari mantan presiden PKS Luthfi Hasan Isaaq, Setelah dapat tambahan bonus pasal pencucian uang, KPK juga akhirnya menyita harta benda Ahmad Fathanah yang nilainya sangat luarbiasa untuk ukuran seorang makelar daging impor. Darimana uang sebanyak itu didapat oleh Ahmad Fathanah kalau bukan dari “Impor Renyah Daging Berjanggut”
Mungkinkah hanya Ahmad Fathanah seorang diri saja yang terjerat kasus pencucian uang dalam pusaran hitam daging impor, padahal kalau bicara modus berbagi, so pasti banyak pihak lain yang juga terlibat dan bukan hanya masalah kuota impor daging sapi namun tindak pidana pencucian uang juga pasti terjadi dalam modus ini, apalagi bila melihat angka yang didapat sungguh fantastis mencapai triliunan rupiah.
Berita lainnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar