Dialah Abdul Nawa Fikri. Pemuda berusia 20 tahun ini menjadi salah satu korban perbudakan pabrik kuali yang terletak di Kampung Bayur Opak RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Banten. Dia mengadu nasib ke Tangerang sejak 8 bulan lalu.
"Saya berangkat 30 Agustus dari Cianjur bersama teman saya Usman. Saya dibawa ke Tangerang," kata Abdul di mapolres Tigaraksa, Tangerang, Banten, Senin (6/5/2013).
Niat hati merantau untuk memperbaiki nasib. Namun, kenyataan yang dia terima setelah tiba di tanah rantau tidak sejalan dengan angan semasa masih di kampung halaman. Di Tangerang itu, bukannya kemuliaan yang dia terima, melainkan dera siksa dari sang juragan.
"Setelah sampai di sini barulah saya merasakan pengalaman pahit. Pertama setelah sampai, tas saya langsung digeledah," ujar Abdul mengenang awal pengalaman pahitnya.
Itu baru awal. Di hari-hari berikutnya, siksaan demi siksaan dia terima. Siksa bdan mulai dari pukulan hingga injakan dia terima. Yang lebih ngeri, siksa itu diterima secara berjamaah. Sekitar 34 pekerja di pabrik kuali itu mendapat perlakuan serupa.
"Tempat kerja dijaga preman sebanyak 6 orang, lalu saya diancam apabila saya tidak kerja dengan bagus saya akan dipukuli dan diinjak. Lalu saya dimasukan ke dalam ruangan," kata dia.
Kesalahan adalah momok menakutkan dan wajib dihindari bagi Abdul dan kawan-kawannya. Jika tidak, maka para pekerja ini akan dipukuli, diseret, dan disekap dalam gudang. Tak hanya siksa badan, Abdul dan kawan-kawannya pun harus makan dengan jatah seadanya. Tidak ada protes, tidak pula penolakan.
Abdul juga mengaku, para pekerja dipaksa bekerja biarpun sedang sakit. "Saya tidak pernah salat, disuruh fokus kerja saja. Jadi pernah waktu itu ketahuan salat, dan setelah salat saya dipukuli dengan target 1 orang 200 kali pukulan," ungkap pemuda yang ditinggal ibunya bekerja ke Arab Saudi sejak 4 tahun silam ini.
Pemuda yatim yang kini tinggal dengan neneknya ini menambahkan, perlakuan itu sungguh tidak manusiawi. Selama 8 bulan itu pula, Abdul dan puluhan kawan lainnya tidak pernah ganti baju. Mandi pun harus pakai sabun colek.
Menurut Abdul, dia dan teman-temannya bisa bekerja di pabrik kuali Tangerang ini karena Amelia, istri Yuki Irawan yang juga juragan pabrik. Berbeda dengan Yuki, Amelia memiliki sikap jauh lebih baik dan suka menolong para pekerja. "Dia yang sering memberikan cemilan untuk kami jika tidak ada Pak Yuki. Pokoknya dia baik sama kami," tutur Abdul.
Sementara, Asep yang merupakan orangtua dari Rahmat Nugraha mengatakan, anaknya juga turut menjadi korban perbudakan ini. "Saya sedih sekali mendengar cerita anak saya. Dipukul dan diinjak. Itu sangat keterlaluan. Saya ingin pemilik pabrik dan juga mandor-mandor dihukum seberat-beratnya," tutup Asep sambil menitikkan air mata. | liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar