Tindakan main hakim sendiri tentu tidak bisa ditoleransi, sekali pun dengan alasan jiwa Korsa. Kini, 11 tentara itu sudah ditetapkan menjadi tersangka. Dan sudah seharusnya mereka mendapat hukuman berat.
Sebagian kalangan ada yang mengapresiasi para pelaku yang akhirnya mengakui perbuatannya. Tetapi, ada juga yang mengecam. Bahkan, mendorong agar 11 tentara itu diadili di peradilan umum, karena diduga pembunuhan dilakukan berencana.
Berikut lima orang yang mengecam tindakan bengis anggota korps baret merah, di kutip dari Merdeka:
1. Trimedya Panjaitan
Pembunuhan tahanan di lembaga pemasyarakat Cebongan, Yogyakarta sudah terungkap. Pelaku yang merupakan prajurit Kopassus itu, kini tinggal menunggu proses peradilan.
Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan berpendapat, tempat yang tepat untuk mengadili prajurit kopassus tersebut adalah pengadilan sipil atau pengadilan umum.
"Memang paling ideal adalah pengadilan sipil. Karena korban dan tempat kejadian di sipil, walaupun pelakunya militer. Jadi paling tepat adalah pengadilan sipil atau pengadilan umum," tegas Trimedya di Hotel Sahid, Jakarta, Sabtu (6/4).
Menurutnya, sampai saat ini masih ada krisis kepercayaan jika dilakukan di pengadilan militer. Jika terpaksa dilakukan di pengadilan militer maka harus dikawal dan harus transparan.
"Jika di pengadilan umum, maka pembunuhan itu terkena pasal 340 dan hukumannya bisa mati. Karena direncanakan dengan sistematis," tandasnya.
2. Tubagus Hasanuddin
Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin mengkritik? alasan jiwa korsa yang menjadi motif penyerangan yang dilakukan 11 anggota Kopassus terhadap 4 tahanan di Lapas Cebongan, Sleman.
Mantan Sekretaris Militer era Presiden Megawati itu menilai dalam peperangan semangat itu memang sangat diutamakan. Tetapi jiwa korsa tak harus membabi buta merugikan kesatuannya dan juga masyarakat.
"Tapi jiwa korsa akan menjadi tercela ketika ditempatkan pada situasi yang salah. Untuk itulah biasanya, di samping dipupuk jiwa korsanya, juga harus dipupuk disiplinnya. Disiplin adalah sikap taat dan tunduk pada aturan yang berlaku," tegas Hasanuddin.
3. Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto menganggap jiwa korsa yang ditanamkan seorang militer adalah sebuah keniscayaan. Namun hal itu bukanlah dilakukan untuk melanggar hukum, melainkan untuk memenangkan pertempuran.
"Jiwa korsa adalah keniscayaan suatu unit. Tapi dalam peristiwa itu jiwa korsa yang tidak diarahkan tentu melanggar hukum," katanya.
Endriartono mengaku TNI selalu mengarahkan jiwa korsa yang positif terhadap prajurit. Misal saat salah satu anggota melanggar lalu lintas dan ditilang polisi kemudian malah diserang serta ditabokin. "Maka itu jiwa korsa yang negatif," katanya.
4. Denny Indrayana
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana meminta semua pihak terus mengawal kasus penyerbuan Lapas Cebongan. Hal itu perlu dilakukan agar pelakunya mendapatkan hukuman setimpal.
"Kami juga harus mengawal kasus ini, agar pelaku mendapat keadilan, dan pelakunya mendapat hukuman setimpal. Agar proses sampai pengadilan dan mendapatkan rasa keadilan," kata Denny.
5. Fadli Zon
Pelaku penyerangan di Lapas Cebongan sudah terungkap. Pelakunya adalah 11 anggota TNI AD dari Grup 2 Kopassus Kartosuro. Aksi main hakim sendiri itu tentu membuat sejarah kelam TNI di republik ini.
"Hal ini menambah catatan hitam sejarah kekerasan yang terjadi di tanah air. Di tengah kepercayaan publik pada instansi negara yang tengah menurun," kata Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra.
Untuk menghindari hal itu, Fadli mengatakan, hukum harus ditegakkan sesuai aturan yang berlaku. Agar cara main hakim seperti ini tak terulang lagi di masa depan. Para pelaku yang terlibat harus mempertanggungjawabkan kejahatan yang telah diperbuat. | lihat.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar